Negara Berkembang Terancam Sampah PC

Senin, 08 Maret 2010

Koran SI - Koran SI

SAAT penjualan global PC baru melemah, penjualan global PC bekas menguat. Masalah muncul karena sebagian PC bekas ternyata tidak dapat digunakan kembali.

Firma riset Gartner Inc memperkirakan, ekspor PC (personal computer) bekas dari negara maju ke negara berkembang akan terus meningkat setiap tahun.

Gartner memperingatkan, masuknya PC bekas ke negara berkembang bisa menjadi peluang sekaligus tantangan. Gartner menjelaskan, PC bekas adalah PC yang sudah digunakan selama 120 hari atau lebih dan kemudian dijual kembali.


Gartner menemukan, pada 2008, negara-negara maju mengekspor sekitar 37 juta unit PC bekas ke negara berkembang. Gartner memperkirakan, pada 2012 volume ekspor PC bekas dari negara maju ke negara berkembang akan meningkat menjadi sekitar 69 juta unit. Lonjakan ekspor PC bekas itu menjadi masalah bagi negara penerima karena ternyata tidak semua PC bekas yang diterima dapat digunakan kembali.

Gartner mengakui, masuknya PC bekas dari negara maju ke negara berkembang memang memungkinkan penduduk negara berkembang menggunakan produk teknologi yang berharga lebih terjangkau. Tetapi apabila PC bekas yang digunakan sudah habis masa pakainya dan tidak dapat digunakan lagi, PC-PC bekas itu pun hanya akan menjadi sampah.

Gartner menemukan, PC bekas yang tidak dapat digunakan lagi di dunia mencapai hampir 68 juta unit pada 2008. Pada 2007, PC bekas yang menjadi sampah di negara berkembang mencapai sekitar 15 juta unit. Gartner memperkirakan, pada 2012, PC bekas yang menjadi sampah di negara berkembang mencapai sekitar 30 juta unit.

"Tanpa kontrol yang efektif, sampah berupa PC bekas itu bisa merusak lingkungan karena PC bekas adalah material beracun," ujar Principal Research Analyst Gartner Inc Meike Escherich.

Gartner menegaskan, negara berkembang berisiko besar terkena pencemaran lingkungan akibat pembuangan PC bekas karena sebagian besar negara berkembang memang tidak memiliki kemampuan untuk mendaur ulang atau memusnahkan sampah elektronik itu secara aman.

Gartner menuding, pihak yang sesungguhnya paling bertanggung jawab mendaur ulang dan memusnahkan sampah berupa PC bekas adalah para produsen PC sendiri. "Sebagian besar PC bekas yang dibuang ke negara berkembang Asia dan Afrika adalah produk para produsen PC kelas A," tandas Escherich.

Badan konservasi lingkungan hidup Greenpeace menjelaskan, sampah-sampah elektronik, termasuk PC, membahayakan lingkungan karena mengandung kimia berbahaya seperti brominated flame retardants (BFR), chlorinated flame retardants (CFR), dan polyvinyl chloride (PVC).

"Para produsen elektronik boleh saja mengklaim diri sebagai produsen elektronik ramah lingkungan. Namun, kami akan memeriksa kebenaran klaim tersebut. Jadi jangan lengah," tutur International Toxics Campaigner Greenpeace Iza Kruszewska.

Gartner menambahkan, ancaman kerusakan lingkungan bukan hanya berasal dari sampah PC, melainkan juga dari PC yang masih digunakan.

Gartner memperkirakan, saat ini PC dan berbagai perlengkapannya mengonsumsi sekitar 31% energi (listrik) yang diserap infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di dunia. Saat konsumsi listrik TIK meningkat, emisi karbondioksida (CO2) pun turut meningkat karena sebagian besar listrik di dunia dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil.

Ketika emisi CO2 meningkat, pencemaran lingkungan di bumi pun meningkat. Gartner mengungkapkan, infrastruktur TIK saat ini menyumbangkan sekitar 2% emisi CO2 di dunia, atau setara dengan sumbangan emisi CO2 dari industri penerbangan. Agar emisi CO2 dari TIK tidak semakin besar, Gartner mengimbau para pengguna PC mulai menghemat listrik.

0 komentar:

Posting Komentar